Pemulihan 22 blok batu masif dari Mercusuar Alexandria kuno telah menarik perhatian global, namun kontroversi tak terduga muncul terkait bagaimana outlet berita memilih untuk memvisualisasikan penemuan bersejarah ini. Sementara para arkeolog merayakan pemulihan fisik dari potongan-potongan arsitektur seberat 70-80 ton ini, komunitas teknologi mengangkat kekhawatiran tentang penggunaan citra buatan AI untuk merepresentasikan artefak bersejarah.
Spesifikasi Lighthouse of Alexandria:
- Tinggi: 115-145 meter (384-469 kaki)
- Periode konstruksi: Awal abad ke-3 SM
- Masa operasional: Lebih dari 1.600 tahun
- Berat blok: 70-80 ton per blok
- Penemuan terbaru: 22 blok batu masif
- Total bagian yang telah dikatalogkan: 100+ elemen arsitektur selama dekade terakhir
Perdebatan Bangunan Besar: Apa yang Membuat Struktur Tinggi?
Klaim mercusuar sebagai pencakar langit pertama di dunia telah memicu diskusi menarik tentang definisi arsitektur. Dengan tinggi antara 115-145 meter, mercusuar ini berpotensi menyaingi tinggi asli Piramida Besar Giza yang mencapai 146 meter. Namun, komunitas terpecah mengenai apakah piramida harus dihitung sebagai bangunan sama sekali.
Perdebatan berpusat pada apa yang mendefinisikan bangunan versus monumen. Beberapa pihak berargumen bahwa piramida terlalu mirip dengan gunung yang dibentuk dengan hati-hati dengan ruang interior minimal relatif terhadap eksterior masifnya. Yang lain menunjukkan bahwa struktur seperti mausoleum mengaburkan garis-garis ini sepenuhnya. Diskusi ini mengungkapkan bagaimana pemahaman modern kita tentang arsitektur membentuk cara kita memandang pencapaian kuno.
Kontroversi Citra AI dalam Pelaporan Arkeologi
Sebagian besar diskusi komunitas berfokus pada outlet berita yang menggunakan gambar buatan AI untuk memvisualisasikan mercusuar. Para kritikus berargumen bahwa pendekatan ini malas dan menyesatkan, terutama ketika rekonstruksi digital yang akurat secara historis sudah ada di bawah lisensi Creative Commons. Kekhawatiran ini meluas melampaui cerita ini saja - ini mewakili tren yang lebih luas dari publikasi yang memilih solusi AI cepat daripada penelitian dan atribusi yang tepat.
Menggunakan Midjourney untuk memvisualisasikan struktur bersejarah seperti ini bukan hanya malas, tetapi sangat menyesatkan.
Kontroversi ini menyoroti ketegangan yang berkembang antara kemudahan teknologi dan integritas jurnalistik. Sementara AI dapat menghasilkan konten yang menarik secara visual dengan cepat, ia tidak memiliki akurasi historis yang berasal dari keahlian arkeologi dan penelitian yang cermat.
Detail Proyek PHAROS:
- Peneliti utama: Isabelle Hairy ( CNRS Prancis)
- Otoritas: Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir
- Teknologi yang digunakan: Pemrosesan fotogrametri
- Mitra teknik: La Fondation Dassault Systèmes
- Dokumenter: Film 90 menit oleh GEDEON , disutradarai oleh Laurence Thiriat
- Premiere: France Télévisions (2025)
Pencapaian Teknis di Balik Penemuan
Proyek PHAROS mewakili perpaduan luar biasa antara arkeologi tradisional dan teknologi modern. Selama dekade terakhir, lebih dari 100 potongan arsitektur terendam telah dipindai dan dikatalogkan secara digital. Blok-blok yang baru dipulihkan akan menjalani pemrosesan fotogrametrik - teknik yang menciptakan model 3D presisi dari foto - sebelum diposisikan ulang secara virtual untuk merekonstruksi mercusuar secara digital.
Pendekatan teknologi ini memungkinkan peneliti untuk memahami tidak hanya bagaimana mercusuar terlihat, tetapi berpotensi bagaimana ia runtuh. Kombinasi pemulihan fisik dan rekonstruksi digital menawarkan wawasan yang tidak dapat dicapai oleh kedua pendekatan secara terpisah.
Mercusuar ini berfungsi lebih dari sekadar alat bantu navigasi - ia adalah simbol kekuatan dan kepentingan Alexandria di dunia Mediterania kuno. Dibangun pada awal abad ketiga SM di bawah Ptolemy I, ia memandu kapal selama lebih dari 1.600 tahun sebelum gempa bumi dan pembongkaran manusia akhirnya meruntuhkannya. Hari ini, saat batu-batu kuno ini bangkit dari laut sekali lagi, mereka memicu perdebatan baru tentang bagaimana kita melestarikan, mempresentasikan, dan memahami warisan manusia bersama kita di era digital.
Referensi: Lighthouse of Alexandria Rises Again as Giant Blocks Resurface After 2,000 Years