Para Ilmuwan Mempertanyakan Apakah Robot yang Dikendalikan Jamur Benar-Benar "Belajar" Sesuatu

Tim Komunitas BigGo
Para Ilmuwan Mempertanyakan Apakah Robot yang Dikendalikan Jamur Benar-Benar "Belajar" Sesuatu

Para peneliti dari Cornell University baru-baru ini menjadi berita utama dengan menciptakan robot yang dikendalikan oleh sinyal listrik dari jamur king trumpet. Meski penelitian asli mengklaim jamur tersebut belajar merangkak, komunitas ilmiah menolak karakterisasi ini, memicu perdebatan penting tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran dalam sistem biologis.

Detail Penelitian

  • Institusi: Cornell University (AS) dan Florence University (Italia)
  • Jenis Jamur: King trumpet (varietas yang dapat dimakan)
  • Metode Kontrol: Sinyal listrik dari miselium jamur
  • Jenis Gerakan: Kaki robotik (gerakan memompa) dan sistem beroda
  • Respons Stimulus: Input yang berbeda seperti sinar UV menghasilkan pola gerakan yang berbeda
  • Publikasi: Jurnal Science Robotics

Realitas di Balik Berita Utama yang Sensasional

Robot yang dikendalikan jamur bekerja dengan mendeteksi sinyal listrik yang secara alami diproduksi jamur ketika terpapar berbagai rangsangan seperti sinar ultraviolet. Sinyal-sinyal ini kemudian memicu sistem pergerakan robot, memungkinkannya berjalan atau berguling. Namun, banyak ahli berpendapat bahwa menyebut ini sebagai pembelajaran terlalu memaksakan definisi.

Jamur tersebut sebenarnya tidak memperoleh keterampilan baru atau menyesuaikan perilakunya. Sebaliknya, jamur hanya merespons perubahan lingkungan seperti yang selalu dilakukannya. Pencapaian teknik terletak pada kemampuan para peneliti untuk memanfaatkan respons listrik alami ini dan menerjemahkannya menjadi gerakan robotik.

Skeptisisme Komunitas tentang Kecerdasan Jamur

Komunitas ilmiah telah mengajukan kekhawatiran yang valid tentang berlebihan dalam menyatakan peran jamur dalam sistem ini. Para kritikus menunjukkan bahwa jamur berfungsi lebih seperti sensor pasif daripada pilot aktif. Kecerdasan dan pembelajaran yang sesungguhnya terjadi dalam sistem robotik yang menafsirkan dan bertindak berdasarkan sinyal jamur.

Skeptisisme ini meluas ke pertanyaan yang lebih luas tentang kecerdasan biologis pada jamur. Meski beberapa peneliti yang menghabiskan waktu ekstensif mempelajari jamur di alam liar melaporkan mengamati perilaku yang tampak cerdas - seperti jamur yang tampak menghindari jalur yang sering dilalui - konsensus ilmiah tetap bahwa pola-pola ini kemungkinan besar merupakan hasil dari faktor lingkungan daripada pengambilan keputusan yang sadar.

Membandingkan Sistem Biologis dan Buatan

Perdebatan ini menyentuh pertanyaan fundamental tentang apa yang kita anggap sebagai kecerdasan dan pembelajaran. Beberapa anggota komunitas menarik paralel antara sistem jamur-robot ini dengan cara kerja otak kita sendiri, mempertanyakan apakah benar-benar ada perbedaan antara jamur yang mengirim sinyal ke robot dan otak yang mengirim sinyal ke tubuh.

Namun, perbandingan ini runtuh ketika meneliti kompleksitas. Otak manusia terus-menerus memproses ratusan input dan mengoordinasikan gerakan kompleks, sementara sistem jamur bergantung pada pola stimulus-respons yang relatif sederhana yang sudah diproduksi organisme tersebut.

Perbandingan dengan Sistem Bio-Hybrid Lainnya

  • Otak Cacing Buatan: Robot Lego yang mereplikasi gerakan cacing
  • Robot Jaringan Otot MIT: Mesin yang terintegrasi dengan otot hidup untuk adaptasi lingkungan
  • Kendaraan yang Dioperasikan Ikan Mas: Ikan yang mengendalikan platform beroda melalui gerakan berenang
  • Project Pigeon: Eksperimen historis B.F. Skinner menggunakan merpati untuk navigasi

Konteks yang Lebih Luas dari Robotika Bio-Hibrida

Robot jamur ini hanya mewakili satu contoh dalam bidang robotika bio-hibrida yang berkembang. Eksperimen sebelumnya termasuk robot yang dikendalikan oleh ikan mas yang berenang dalam tangki dan sistem yang menggunakan jaringan otot hidup. Masing-masing menimbulkan pertanyaan serupa tentang batas antara penginderaan biologis dan kecerdasan buatan.

Aplikasi potensial tetap menjanjikan meski ada perdebatan tentang terminologi. Sistem bio-hibrida ini bisa terbukti berharga untuk pemantauan lingkungan, pertanian, atau tugas lain di mana sensor biologis menawarkan keunggulan dibanding komponen elektronik tradisional.

Kontroversi robot jamur pada akhirnya menyoroti pentingnya bahasa yang tepat dalam komunikasi sains. Meski pencapaian teknik layak mendapat pengakuan, menggambarkan secara akurat apa yang dilakukan dan tidak dilakukan sistem membantu menjaga kepercayaan publik terhadap penelitian ilmiah dan mencegah ekspektasi yang tidak realistis tentang kecerdasan biologis.

Referensi: Mushroom learns to crawl after being given robot body