Kasus terbaru mengenai pembatasan kehadiran media sosial pemimpin oposisi Turki Ekrem İmamoğlu telah memicu kembali diskusi tentang bagaimana platform-platform besar menangani permintaan sensor dari pemerintah. İmamoğlu, walikota Istanbul dengan 9,7 juta pengikut di akun aslinya, mendapati akun barunya diduga mengalami shadow-ban setelah otoritas Turki membatasi kehadiran media sosial utamanya menyusul penahanannya atas tuduhan korupsi pada Maret 2025.
Statistik Akun:
- Akun asli: 9,7 juta pengikut (dibatasi di Turki)
- Akun baru: 318.000 pengikut
- Akun istri: 600.000 pengikut
Perubahan Kebijakan Platform di Bawah Kepemilikan Baru
Diskusi komunitas mengungkapkan kontras yang mencolok antara kebijakan platform sebelum 2022 dan kebijakan saat ini terkait permintaan penghapusan dari pemerintah. Data historis menunjukkan bahwa platform tersebut sebelumnya mematuhi perintah pengadilan Turki sekitar 25% dari waktu, sering kali menantang tuntutan pemerintah untuk penghapusan konten. Namun, angka terbaru menunjukkan tingkat kepatuhan 86% terhadap permintaan pemerintah Turki pada 2024, menurut data Human Rights Watch yang dikutip oleh anggota komunitas.
Perubahan ini meluas melampaui Turki. Platform tersebut kini tampaknya mengambil pendekatan berbeda tergantung pada pemerintah yang meminta, dengan beberapa pengguna mencatat lebih banyak perlawanan terhadap permintaan dari negara-negara demokratis sambil menunjukkan kepatuhan yang lebih besar terhadap rezim otoriter.
Tingkat Kepatuhan Platform terhadap Permintaan Pemerintah Turki:
- Sebelum 2022: ~tingkat kepatuhan 25%
- 2024: tingkat kepatuhan 86% (data Human Rights Watch)
Bukti Teknis Penekanan Algoritma
Pengguna Turki telah mendokumentasikan apa yang tampak sebagai pengurangan sistematis dalam visibilitas postingan İmamoğlu. Jajak pendapat komunitas terhadap 715 pengguna mengungkapkan bahwa 56% tidak pernah melihat postingannya meskipun mengikuti akunnya, sementara 34% melihatnya jarang. Hanya 9% yang melaporkan visibilitas normal atau sering terhadap kontennya.
Indikator teknis menunjukkan penekanan algoritma daripada pemblokiran total. Pengguna melaporkan bahwa bahkan setelah mengunjungi profilnya, menyukai postingan, dan memiliki koneksi bersama, algoritma platform gagal menampilkan kontennya di feed mereka. Jenis shadow-banning ini sangat mengkhawatirkan karena sulit dideteksi dan dibuktikan.
Hasil Polling Komunitas tentang Visibilitas Postingan (715 responden):
- 56% tidak pernah melihat postingan İmamoğlu
- 34% jarang melihatnya
- 6% melihat dalam jumlah rata-rata
- 3% melihatnya secara terus-menerus
Implikasi Global untuk Hak Digital
Kasus ini menyoroti pertanyaan yang lebih luas tentang bagaimana platform internasional harus menangani persyaratan hukum yang bertentangan di berbagai yurisdiksi. Sementara perusahaan berargumen bahwa mereka harus mematuhi hukum lokal untuk terus beroperasi di berbagai negara, kritikus menunjukkan bahwa pendekatan ini secara efektif memberikan pemerintah otoriter alat untuk sensor yang ditargetkan.
Twitter kebebasan berbicara entah merupakan kecelakaan atau memiliki perubahan pikiran yang sangat cepat. Dan bagaimanapun juga, mengharapkan platform terpusat berguna di sini sangat keliru.
Situasi ini menunjukkan bagaimana kebijakan platform dapat secara signifikan mempengaruhi wacana politik, terutama di negara-negara di mana media sosial berfungsi sebagai saluran utama untuk suara-suara oposisi. Saat pemerintah di seluruh dunia meningkatkan tuntutan mereka untuk kontrol konten, keseimbangan antara kepatuhan hukum dan prinsip kebebasan berbicara menjadi semakin kompleks.
Kesimpulan
Kasus İmamoğlu mewakili tantangan yang lebih luas yang dihadapi platform media sosial global: bagaimana mempertahankan prinsip yang konsisten sambil beroperasi di bawah sistem hukum yang beragam. Dokumentasi teknis komunitas tentang shadow-banning yang tampak, dikombinasikan dengan tingkat kepatuhan tinggi platform terhadap permintaan pemerintah Turki, menunjukkan bahwa kebijakan saat ini mungkin memprioritaskan akses pasar daripada advokasi kebebasan berbicara. Pendekatan ini menimbulkan pertanyaan penting tentang peran platform swasta dalam melindungi wacana demokratis, terutama di wilayah di mana media tradisional menghadapi pembatasan.
Referensi: X(Twitter) Secretly Shadow Bans Turkish Presidential Candidate