Sebuah studi baru dari Norwegia memberikan pencerahan tentang teka-teki yang telah membingungkan para ilmuwan politik selama bertahun-tahun: mengapa beberapa gerakan populis merangkul nilai-nilai demokratis sementara yang lain tampaknya membuka jalan bagi para pemimpin otoriter? Penelitian yang mensurvei 1.500 warga Norwegia ini menemukan bahwa jenis pesan populis lebih penting daripada yang sebelumnya diperkirakan banyak orang.
Metodologi Penelitian
- Ukuran sampel: 1.500 responden Norway
- Pengumpulan data: Survei online yang dilakukan pada tahun 2017
- Representasi populasi: Representatif berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pendidikan
- Metode analisis: Regresi Ordinary Least Squares ( OLS )
- Skala pengukuran: Skala 5 poin dari "sangat tidak setuju" hingga "sangat setuju"
![]() |
---|
Menjelajahi dinamika populisme: Sebuah studi yang mengungkap pendekatan beragam terhadap demokrasi |
Dua Wajah Populisme
Studi ini mengidentifikasi dua jenis seruan populis yang berbeda namun sering digabungkan. Populisme anti-kemapanan berfokus pada penentangan terhadap elit kekuasaan dan korporasi besar yang mengeksploitasi rakyat biasa. Jenis ini mengkritik para politisi karena lebih peduli pada kepentingan mereka sendiri daripada melayani publik. Sebaliknya, populisme otoriter menekankan pada hukum dan ketertiban, melindungi budaya nasional dari pengaruh asing, dan mempertahankan nilai-nilai tradisional.
Meskipun kedua jenis ini mengklaim mewakili rakyat, mereka menarik perhatian pada keprihatinan yang sangat berbeda dan mengarah pada hasil yang berbeda. Penelitian Norwegia menemukan bahwa orang-orang yang condong ke arah populisme otoriter jauh lebih mungkin untuk mendukung pemimpin strongman - seseorang yang bersedia melewati parlemen dan pemilihan untuk menyelesaikan masalah.
Dua Jenis Daya Tarik Populis yang Diukur
Item populisme anti-kemapanan:
- " Elite berkuasa " mengeksploitasi rakyat biasa"
- "Politisi lebih peduli pada kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan rakyat"
- "Perusahaan besar memanfaatkan rakyat biasa"
Item populisme otoriter:
- "Penting untuk melindungi budaya Norway dari pengaruh asing"
- "Pengadilan terlalu lunak terhadap para penjahat"
- "Imigran merupakan ancaman bagi budaya Norway "
Perdebatan Komunitas Tentang Legitimasi Demokratis
Temuan ini telah memicu diskusi intens tentang apa sebenarnya arti demokrasi dalam praktik. Beberapa pihak berargumen bahwa setiap pilihan mayoritas harus dianggap demokratis menurut definisi, sementara yang lain menunjukkan bahwa mayoritas terkadang dapat memilih melawan prinsip-prinsip demokratis itu sendiri. Ini menciptakan apa yang disebut seorang pengamat sebagai lingkaran yang memperkuat diri sendiri di mana kebijakan populis dapat memperburuk masalah yang mereka klaim akan diselesaikan.
Demokrasi bukanlah sesuatu yang sakral. Itu hanyalah cara untuk mengorganisir masyarakat... populisme hanyalah mode kegagalan demokrasi, atau strategi untuk mengeksploitasi kelemahannya.
Perdebatan ini mengungkap ketegangan yang lebih dalam tentang apakah mengatasi ketimpangan ekonomi saja dapat menyelesaikan kebangkitan populisme, atau apakah ada sesuatu yang lebih mendasar yang sedang terjadi.
Akar Ekonomi vs. Dorongan Otoriter
Banyak diskusi berpusat pada apakah populisme berasal terutama dari frustrasi ekonomi atau mewakili sesuatu yang lebih dalam. Beberapa pihak berargumen bahwa semua gerakan populis berkorelasi langsung dengan ketimpangan kekayaan dan standar hidup di antara 50% terbawah masyarakat. Ketika orang-orang berjuang secara ekonomi, mereka menjadi lebih mudah menerima pesan-pesan populis tanpa memandang jenis spesifiknya.
Namun, studi Norwegia menunjukkan bahwa penjelasan ini mungkin tidak lengkap. Norwegia memiliki ketimpangan ekonomi yang relatif rendah dan tradisi demokratis yang kuat, namun penelitian ini masih menemukan dukungan yang signifikan untuk kepemimpinan strongman di antara mereka yang tertarik pada pesan-pesan populis otoriter. Ini menyiratkan bahwa faktor ekonomi saja tidak dapat menjelaskan fenomena tersebut.
Temuan Utama
- Kedua jenis populisme berkorelasi dengan dukungan terhadap kepemimpinan otoriter
- Populisme otoriter menunjukkan asosiasi yang lebih kuat dengan dukungan kepemimpinan otoriter
- Dukungan kepemimpinan otoriter diukur berdasarkan persetujuan terhadap: " Norway membutuhkan pemimpin kuat yang bersedia mengabaikan parlemen dan pemilu jika diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah negara"
Implikasi untuk Perlindungan Demokratis
Penelitian ini membawa peringatan penting bagi masyarakat demokratis. Jika dorongan otoriter dapat muncul bahkan di demokrasi yang stabil dan makmur seperti Norwegia, maka sekadar mengatasi keluhan ekonomi mungkin tidak cukup untuk mencegah kemunduran demokratis. Studi ini menunjukkan bahwa pemerintah mungkin perlu secara aktif memperkuat institusi demokratis sebelum gerakan populis memperoleh kekuasaan, daripada menunggu untuk mengatasi masalah ekonomi atau sosial yang mendasari.
Temuan ini juga menyoroti bagaimana para pemimpin populis dapat mengeksploitasi sistem demokratis dengan mengklaim sebagai satu-satunya perwakilan sejati rakyat sambil secara bersamaan merusak institusi-institusi yang memungkinkan partisipasi demokratis. Ini menciptakan situasi yang menantang di mana membela demokrasi terkadang mungkin memerlukan pembatasan pilihan-pilihan demokratis tertentu - sebuah paradoks yang terus menghasilkan perdebatan sengit di antara para ilmuwan politik dan warga negara.
Referensi: Anti-establishment versus authoritarian populists and support for the strongman
![]() |
---|
Data dinamika politik: Implikasi terhadap demokrasi dan kebangkitan kepemimpinan otoriter |