Sebuah format file data baru bernama F3 (Future-proof File Format) telah muncul dari Carnegie Mellon University dan Tsinghua University, menjanjikan solusi untuk masalah kompatibilitas dalam penyimpanan data. Namun, pendekatan unik format ini yang menyematkan decoder WebAssembly langsung ke dalam file telah memicu diskusi intens di kalangan developer tentang apakah manfaatnya sebanding dengan biayanya.
Kontroversi WebAssembly
Perdebatan paling sengit berpusat pada keputusan F3 untuk menyematkan decoder WebAssembly (WASM) di dalam setiap file data. Para kritikus menunjukkan bahwa pendekatan ini langsung menimbulkan penalti performa 10-30% dibandingkan implementasi native. Kekhawatiran ini tidak hanya soal kecepatan - developer juga khawatir kehilangan peluang optimisasi masa depan dan fungsi decoding yang canggih.
Namun, para pendukung berargumen bahwa ini tidak melihat gambaran yang lebih besar. WASM yang disematkan berfungsi sebagai mekanisme fallback ketika decoder native tidak tersedia. Seperti yang dijelaskan salah satu pencipta format ini, penurunan performa ini sepadan dibandingkan dengan tidak bisa membaca file sama sekali. Sistem akan lebih memilih decoder native jika tersedia, dan hanya menggunakan WASM sebagai fallback jika diperlukan.
WebAssembly (WASM): Format instruksi biner yang berjalan dalam lingkungan sandbox, memungkinkan kode untuk dieksekusi dengan aman di berbagai platform.
Dampak Performa F3
- Dekoding WebAssembly : penalti performa 10-30% dibandingkan implementasi native
- Ukuran decoder tertanam: Overhead penyimpanan minimal (kilobyte)
- Kasus penggunaan target: File dengan ukuran data skala terabyte
Keamanan dan Kekhawatiran Payload Berbahaya
Ide tentang kode yang dapat dieksekusi yang disematkan dalam file data telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan developer yang peduli keamanan. Pengalaman bertahun-tahun dengan format file yang mengandung scripting built-in telah mengajarkan komunitas untuk waspada terhadap pendekatan semacam ini. Potensi payload berbahaya yang tersembunyi dalam kode WebAssembly merupakan kekhawatiran yang signifikan.
Perancang F3 mengakui tantangan keamanan ini dan mengusulkan solusi termasuk ruang memori linear yang di-sandbox dan kemungkinan allowlist untuk modul WASM yang terverifikasi. Mereka menyarankan pembuatan repositori pusat di mana pembuat decoder dapat mendaftarkan dan memverifikasi modul mereka, membuatnya tahan terhadap manipulasi.
Lanskap Format yang Terfragmentasi
Mungkin revelasi paling mengejutkan dari diskusi komunitas adalah keberadaan beberapa proyek format file universal yang bersaing. Yang awalnya direncanakan sebagai konsorsium antara organisasi besar termasuk CMU, Meta, dan lainnya, gagal karena komplikasi hukum seputar perjanjian non-disclosure.
Format yang memerlukan program untuk decode itu gila. Sama saja dengan membundel 7zip dengan setiap file zip.
Kegagalan ini menyebabkan setidaknya lima inisiatif format terpisah: Nimble dari Meta, FastLanes dari CWI, Vortex dari SpiralDB, F3 dari CMU dan Tsinghua, dan AnyBlox dari Jerman. Masing-masing mengambil pendekatan berbeda untuk memecahkan masalah serupa, menciptakan lanskap yang terfragmentasi yang ironisnya bertentangan dengan interoperabilitas yang ingin dicapai oleh format-format ini.
Proyek Format File yang Bersaing
- Meta 's Nimble: https://github.com/facebookincubator/nimble
- CWI 's FastLanes: https://github.com/cwida/FastLanes
- SpiralDB 's Vortex: https://vortex.dev
- CMU + Tsinghua F3: https://github.com/future-file-format/f3
- AnyBlox ( Germany ): https://github.com/AnyBlox
Pertanyaan Implementasi Praktis
Di luar perdebatan filosofis, muncul kekhawatiran praktis tentang utilitas F3 di dunia nyata. Format ini menargetkan skenario di mana ukuran file mencapai terabyte, membuat overhead kilobyte dari decoder yang disematkan menjadi dapat diabaikan. Namun, pertanyaan tetap ada tentang kemampuan enkripsi, kebutuhan runtime WASM pada platform yang tidak umum, dan apakah mengimplementasikan decoder mungkin lebih mudah daripada mendukung runtime WASM penuh.
Ketergantungan format pada array Apache Arrow untuk pengembalian data juga membatasi penerapannya sebagai format file yang benar-benar generik, menunjukkan bahwa ini lebih cocok untuk beban kerja analitik spesifik daripada penyimpanan data tujuan umum.
Spesifikasi Teknis F3
- Prinsip inti: Interoperabilitas, ekstensibilitas, efisiensi
- Organisasi data: File yang dapat mendeskripsikan diri sendiri dengan metadata tertanam
- Format decoder: Binari WebAssembly untuk kompatibilitas lintas platform
- Mekanisme fallback: Decoder native lebih diutamakan, WASM sebagai cadangan
- Format pengembalian data: Array Apache Arrow
Kesimpulan
F3 merupakan upaya ambisius untuk membuat penyimpanan data future-proof, tetapi pendekatannya yang berpusat pada WebAssembly membagi komunitas. Meskipun format ini mengatasi masalah kompatibilitas nyata dalam analitik data, penalti performa, kekhawatiran keamanan, dan proliferasi standar yang bersaing menimbulkan pertanyaan tentang adopsi praktisnya. Proyek ini saat ini masih merupakan prototipe akademis, memberikan waktu bagi komunitas untuk mengevaluasi apakah pendekatan inovatifnya akan terbukti berharga atau jika solusi yang lebih sederhana mungkin lebih baik melayani kebutuhan ekosistem penyimpanan data.
Referensi: F3: The Open-Source Data File Format for the Future