Sebuah koalisi perusahaan hiburan terkemuka Jepang secara resmi menuntut OpenAI menghentikan penggunaan kekayaan intelektual mereka untuk melatih model AI generatif Sora 2, mempereskalasi sengketa internasional yang semakin berkembang mengenai praktik hak cipta AI. Content Overseas Distribution Association (CODA), yang mewakili raksasa industri termasuk Studio Ghibli, Square Enix, dan Bandai Namco, menuduh pendekatan OpenAI saat ini dalam akuisisi data pelatihan melanggar undang-undang hak cipta Jepang dan telah mengakibatkan konten yang dihasilkan AI sangat menyerupai karya terlindungi mereka.
Industri Hiburan Jepang Ambil Tindakan Kolektif Melawan OpenAI
Content Overseas Distribution Association, sebuah organisasi anti-pembajakan yang mewakili hampir 20 perusahaan besar Jepang, telah menyampaikan permintaan tertulis kepada OpenAI untuk segera menghentikan penggunaan tidak sah kekayaan intelektual mereka untuk melatih Sora 2. Koalisi ini termasuk studio animasi legendaris Studio Ghibli, pengembang game Square Enix dan Bandai Namco, serta studio televisi Toei Animation, pencipta franchise terkenal global seperti One Piece dan Demon Slayer. Tindakan terkoordinasi ini merupakan salah satu tantangan kolektif paling signifikan terhadap praktik data OpenAI dari industri hiburan hingga saat ini.
Perusahaan Jepang Utama yang Terlibat dalam Aksi CODA:
- Studio Ghibli (studio animasi)
 - Square Enix (pengembang game, seri Final Fantasy)
 - Bandai Namco (pengembang game dan perusahaan mainan)
 - Toei Animation (studio animasi, One Piece, Dragon Ball)
 
Output Sora 2 Picu Kekhawatiran Pelanggaran Hak Cipta
Menurut tuduhan CODA, sebagian besar konten yang dihasilkan oleh Sora 2 memiliki kemiripan yang mencolok dengan materi berhak cipta Jepang, mengisyaratkan model AI tersebut dilatih secara ekstensif pada karya mereka tanpa izin. Organisasi tersebut berpendapat hal ini merupakan pelanggaran hak cipta menurut hukum Jepang, khususnya mencatat bahwa output telah menampilkan karakter dan gaya artistik yang tak terbantahkan kemiripannya dengan portofolio perusahaan anggota. Kekhawatiran ini semakin meningkat ketika Sora 2 diluncurkan pada 30 September, menghasilkan apa yang digambarkan CODA sebagai banjir konten yang mengandung kekayaan intelektual Jepang.
Benturan Hukum Terkait Kerangka Kerja Hak Cipta Opt-Out Versus Opt-In
Sengketa ini berpusat pada perbedaan pendapat mendasar tentang kerangka kerja hak cipta untuk pelatihan AI. OpenAI saat ini menjalankan kebijakan opt-out di mana karya berhak cipta digunakan untuk pelatihan kecuali pemilik secara eksplisit meminta pengecualian. CODA berargumen pendekatan ini melanggar undang-undang hak cipta Jepang, yang umumnya memerlukan izin sebelumnya melalui sistem opt-in. Organisasi tersebut menyatakan bahwa di bawah kerangka hukum Jepang, tidak ada sistem yang memungkinkan seseorang menghindari tanggung jawab atas pelanggaran melalui keberatan berikutnya, memposisikan praktik saat ini OpenAI berpotensi melanggar hukum nasional.
Argumen Hukum Inti CODA: Hukum hak cipta Jepang mengharuskan izin terlebih dahulu (sistem opt-in) untuk penggunaan karya berhak cipta, yang bertentangan dengan kebijakan opt-out OpenAI saat ini di mana karya-karya digunakan kecuali pemiliknya secara eksplisit keberatan.
Pemerintah Jepang Dukung Posisi Industri Hiburan
Tindakan korporat ini menyusul intervensi sebelumnya dari pemerintah Jepang, yang pada pertengahan Oktober secara resmi meminta OpenAI menghentikan pelanggaran terhadap konten anime dan video game negara tersebut. Minoru Kiuchi, menteri negara Jepang untuk strategi kekayaan intelektual dan AI, menggambarkan karya kreatif ini sebagai harta tak tergantikan, menandakan pentingnya budaya dan ekonomi yang ditempatkan pemerintah dalam melindunginya. Keselarasan antara industri dan pemerintah ini menciptakan tekanan substansial pada OpenAI untuk menyesuaikan pendekatannya di pasar Jepang.
Pola Historis Penggunaan Konten Jepang oleh OpenAI
Ini bukan pertama kalinya produk OpenAI menarik koneksi ke media Jepang. Selama peluncuran GPT-4o pada Maret, proliferasi gambar bergaya Ghibli menjadi fitur notable dari demonstrasi tersebut. Yang lebih penting, CEO OpenAI Sam Altman sebelumnya menyoroti kemampuan untuk membuat citra seperti Ghibli melalui ChatGPT, yang kemudian digunakan oleh Gedung Putih dalam konten yang membahas kebijakan imigrasi. Profil media sosial Altman sendiri saat ini menampilkan karya seni dengan gaya yang mengingatkan pada Studio Ghibli, lebih menggarisbawahi keterlibatan perusahaan dengan tradisi estetika Jepang.
Kronologi Peristiwa:
- 30 September 2024: Sora 2 diluncurkan
 - Pertengahan Oktober 2024: Pemerintah Jepang meminta OpenAI menghentikan pelanggaran
 - Akhir Oktober 2024: CODA mengirimkan surat tuntutan resmi kepada OpenAI
 - Maret 2024: Peluncuran GPT-4o menampilkan gambar "bergaya Ghibli"
 
Tuntutan CODA dan Eskalasi Potensial
Konsorsium Jepang telah menyampaikan dua tuntutan spesifik kepada OpenAI. Pertama, mereka meminta agar konten perusahaan anggota tidak digunakan untuk melatih Sora 2 tanpa izin eksplisit. Kedua, mereka menuntut OpenAI merespons dengan tulus klaim dan pertanyaan dari perusahaan anggota CODA mengenai pelanggaran hak cipta terkait output Sora 2. Organisasi tersebut telah memperingatkan akan mengambil tindakan hukum dan etika yang tepat terhadap pelanggaran hak cipta, terlepas dari apakah kami menggunakan AI generatif, menunjukkan kesiapan untuk litigasi potensial jika kekhawatiran mereka tidak ditangani secara memadai.
Implikasi Lebih Luas untuk Pengembangan AI dan Hak Cipta
Konfrontasi ini menyoroti ketegangan yang semakin besar antara kemajuan AI yang cepat dan kerangka kerja hak kekayaan intelektual yang mapan. Karena model AI generatif memerlukan kumpulan data pelatihan yang masif, praktik menggunakan materi berhak cipta tanpa izin eksplisit telah menjadi semakin kontroversial. Tindakan kolektif industri Jepang dapat menetapkan preseden penting bagi bagaimana perusahaan AI menavigasi undang-undang hak cipta di yurisdiksi yang berbeda, khususnya mengenai debat opt-in versus opt-out yang sangat bervariasi di seluruh sistem hukum.
Tanggapan OpenAI dan Arah Masa Depan
Pada saat pelaporan, OpenAI belum merespons secara publik tuntutan spesifik CODA. Namun, perusahaan sebelumnya telah menunjukkan rencana untuk menyesuaikan kebijakan opt-out bagi pemegang IP, menyarankan pengakuan atas kebutuhan pendekatan yang dimodifikasi untuk akuisisi data pelatihan. Bagaimana OpenAI menavigasi sengketa ini dengan salah satu industri hiburan paling berpengaruh di dunia dapat secara signifikan mempengaruhi operasinya di Jepang dan hubungan globalnya dengan pencipta konten di seluruh lanskap media.
