Sebuah laporan baru dari United Nations Development Programme (UNDP) menyoroti janji global kecerdasan buatan dengan cahaya yang lebih suram. Meskipun teknologi ini dipuji karena potensinya untuk mendorong produktivitas dan inovasi, analisis tersebut memperingatkan akan datangnya "Divergensi Besar" baru, di mana manfaat AI terkonsentrasi di negara-negara kaya, meninggalkan negara-negara berkembang semakin tertinggal. Laporan ini, yang dirilis awal Desember 2024, mengalihkan fokus dari potensi ekonomi murni ke dampak manusia yang mendalam dari AI, dan mendesak pendekatan "orang-pertama" dalam pengembangan dan penerapannya.
Risiko "Divergensi Besar" Baru
Laporan UNDP menarik paralel sejarah yang tajam, menyamakan trajektori perkembangan AI saat ini dengan "Divergensi Besar" pada masa Revolusi Industri. Pada periode itu, lompatan teknologi memimpin modernisasi cepat dan akumulasi kekayaan di negara-negara Barat, sementara banyak wilayah lain di dunia tertinggal dalam keadaan keterbelakangan. Laporan tersebut berargumen bahwa AI, tanpa intervensi yang disengaja, berisiko mengulangi pola ini dalam skala digital. Inti masalahnya terletak pada akses: infrastruktur komputasi canggih, pasokan listrik yang andal, internet berkecepatan tinggi, dan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan memanfaatkan AI sangat terkonsentrasi di negara-negara makmur dan pusat teknologi seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.
Fokus Laporan: Laporan United Nations Development Programme (UNDP) tentang AI dan ketimpangan global. Analogi Sejarah Kunci: Membandingkan potensi dampak AI dengan "Great Divergence" pada masa Revolusi Industri. Wilayah Berisiko Tinggi (Kurang Kesiapan AI): Afghanistan, Maladewa, Myanmar. Wilayah yang Posisinya Baik: China, Jepang, Korea Selatan, Singapura. Kekhawatiran Utama yang Dikutip: Pengecualian data kelompok rentan, serangan siber bertenaga AI, deepfake, penggunaan energi/air tinggi oleh pusat data, memperkuat bias sosial. Manfaat yang Dijanjikan untuk Pembangunan: Saran pertanian, diagnostik medis (misalnya, analisis sinar-X), prakiraan cuaca, penilaian bencana. Rekomendasi Inti: Mengadopsi pendekatan "people-first" dalam pengembangan dan penerapan AI.
Biaya Manusia dari Eksklusi Teknologi
Di luar kesenjangan tingkat nasional, laporan ini menyoroti bagaimana sistem AI berisiko memperburuk ketidaksetaraan di dalam masyarakat. Populasi rentan, termasuk lansia, mereka yang mengungsi akibat konflik atau bencana iklim, serta komunitas dengan akses digital terbatas, bisa menjadi "tak terlihat" dalam kumpulan data yang melatih AI. Kesenjangan data ini berarti solusi AI cenderung tidak dirancang untuk kebutuhan mereka dan bahkan bisa memperkuat bias yang sudah ada terhadap mereka. Kekhawatiran ini meluas ke ranah etika dan keamanan, dengan laporan mencatat meningkatnya serangan siber berbasis AI dan potensi destabilisasi dari deepfake untuk misinformasi dan aktivitas kriminal. Di negara-negara yang lebih kaya, biaya lingkungan juga meningkat, karena permintaan energi dan air yang masif dari pusat data mengancam untuk merusak tujuan iklim.
Janji AI untuk Pembangunan Inklusif
Terlepas dari risiko signifikan ini, laporan UNDP bukanlah penolakan terhadap potensi AI. Laporan ini dengan tegas memposisikan AI sebagai "teknologi tujuan umum" yang mampu meningkatkan produktivitas dan membantu pendatang baru mengejar ketertinggalan, jika diterapkan dengan benar. Dokumen tersebut menguraikan kasus penggunaan transformatif yang disesuaikan untuk wilayah yang kurang terlayani: saran pertanian berbasis AI dapat meningkatkan hasil panen bagi petani pedesaan; analisis instan sinar-X medis dapat menjembatani kesenjangan layanan kesehatan di daerah terpencil; dan prakiraan cuaca serta penilaian kerusakan bencana yang lebih akurat dan digerakkan oleh AI dapat menyelamatkan nyawa di komunitas yang rentan terhadap iklim. Kuncinya, seperti yang dinyatakan oleh kepala ekonom UNDP untuk Asia Pasifik, Philip Schellekens, adalah untuk "mendemokratisasikan akses ke AI sehingga setiap negara dan komunitas dapat memperoleh manfaat."
Jalan ke Depan: Regulasi, Investasi, dan Etos "Orang-Pertama"
Untuk mencegah era baru ketimpangan digital, laporan tersebut menyerukan pendekatan yang seimbang dan pragmatis yang melampaui "histeria dan hype." Laporan ini menekankan bahwa AI menjadi sama pentingnya dengan jalan raya atau listrik, sehingga memerlukan investasi publik yang signifikan dalam infrastruktur digital, pendidikan, dan jaring pengaman sosial. Yang terpenting, para penulis berargumen untuk pagar pengaman regulasi yang kuat untuk memastikan sistem AI transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan adil, serta melindungi dari pelanggaran privasi dan hasil yang bias. Pesan utama, yang dikemukakan oleh penulis utama Michael Muthukrishna, adalah memastikan filosofi "orang-pertama" memandu pengembangan AI, memprioritaskan kesejahteraan manusia daripada kemajuan teknologi itu sendiri. Keberhasilan upaya ini akan menentukan apakah AI menjadi alat pemberdayaan global atau katalis untuk perpecahan yang lebih dalam dan lebih mengakar.
