Perdebatan Produksi Pangan Memanas saat Para Ahli Mempertanyakan Kebutuhan Revolusi Hijau Kedua

Tim Komunitas BigGo
Perdebatan Produksi Pangan Memanas saat Para Ahli Mempertanyakan Kebutuhan Revolusi Hijau Kedua

Dunia pertanian sedang ramai dengan perdebatan mengenai apakah umat manusia membutuhkan Revolusi Hijau lainnya untuk memberi makan populasi global yang terus bertumbuh. Revolusi Hijau asli, yang dipimpin oleh pemenang Nobel Perdamaian Norman Borlaug dari tahun 1940 hingga 1970, secara dramatis meningkatkan hasil panen dan membantu mencegah kelaparan yang meluas. Kini, seiring berubahnya permintaan pangan global, para ahli terpecah mengenai jalan ke depan.

Garis Waktu Green Revolution

  • Periode: 1940-1970
  • Tokoh Kunci: Norman Borlaug (pemenang Nobel Peace Prize, 1970)
  • Dampak: Meningkatkan hasil panen secara dramatis di seluruh dunia
  • Status Saat Ini: Perdebatan masih berlanjut untuk revolusi kedua

Pertumbuhan Populasi vs. Perubahan Pola Makan Mendorong Permintaan Pangan

Meskipun banyak diskusi berfokus pada pertumbuhan populasi sebagai tantangan utama, para ahli pertanian menunjuk pada penyebab yang berbeda: perubahan pola makan. Ketika masyarakat di negara-negara berkembang menjadi lebih sejahtera, mereka mengadopsi kebiasaan makan Western yang mencakup lebih banyak daging dan akses sepanjang tahun ke beragam buah dan sayuran. Pergeseran pola makan ini membutuhkan sumber daya pertanian yang jauh lebih banyak dibandingkan pola makan tradisional berbasis tumbuhan, sehingga memberikan tekanan baru pada sistem pangan global.

Transisi dari pola makan berbasis biji-bijian ke pola makan yang banyak mengandung daging sangat intensif sumber daya, karena peternakan membutuhkan lebih banyak lahan, air, dan tanaman pakan untuk menghasilkan jumlah kalori yang sama.

Tantangan Sistem Pangan

  • Pendorong utama: Perubahan pola makan (lebih banyak daging, produk yang beragam) daripada pertumbuhan populasi
  • Surplus saat ini: Kelebihan pangan digunakan untuk pakan ternak dan bahan bakar kendaraan
  • Penggunaan lahan: Beberapa wilayah mempertimbangkan panel surya di lahan pertanian karena kelimpahan pangan

Kelimpahan vs. Efisiensi: Paradoks Pangan Modern

Semakin banyak analis pertanian yang berargumen bahwa dunia tidak menghadapi masalah kekurangan pangan melainkan tantangan efisiensi dan distribusi. Produksi pangan global saat ini sangat melimpah sehingga jumlah yang besar digunakan untuk pakan ternak dan dikonversi menjadi bahan bakar kendaraan. Beberapa wilayah memproduksi surplus pangan sedemikian banyak sehingga petani mempertimbangkan untuk memasang panel surya di lahan pertanian karena mungkin lebih menguntungkan daripada menanam tanaman.

Kami memproduksi begitu banyak makanan ekstra sehingga kami memberikannya kepada ternak dan mengubahnya menjadi bahan bakar kendaraan dalam skala besar.

Kelimpahan ini ada bersamaan dengan peningkatan produktivitas yang berkelanjutan di negara-negara kaya, sementara negara-negara miskin masih belum mengadopsi teknik pertanian canggih yang dapat meningkatkan hasil panen mereka secara dramatis.

Ekonomi Pertanian Intensif

Perdebatan ini mengungkap realitas ekonomi yang krusial: dunia dapat memproduksi lebih banyak makanan di lahan yang lebih sedikit menggunakan metode intensif seperti pertanian rumah kaca, yang dapat menghasilkan 1.000 kali lebih banyak kalori per hektar dibandingkan pertanian lahan kering tradisional. Namun, metode-metode ini datang dengan biaya yang jauh lebih tinggi. Meskipun rumah kaca mungkin menghasilkan hasil panen yang sangat besar, ia tidak dapat menandingi efisiensi ekonomi pertanian lahan kering, yang dapat menghasilkan hampir 100.000 kalori gandum hanya dengan 6 dolar Amerika Serikat per bushel.

Perbedaan biaya ini menjelaskan mengapa pertanian ekstensif mendominasi pertanian global - bukan karena metode intensif tidak bekerja, tetapi karena mereka akan membuat makanan jauh lebih mahal.

Perbandingan Produktivitas Pertanian

  • Pertanian rumah kaca: 1.000 kali lebih banyak kalori per hektar dibandingkan pertanian lahan kering
  • Efisiensi ekonomi: Pertanian lahan kering menghasilkan ~100.000 kalori seharga $6 USD (1 gantang gandum)
  • Industri pupuk: Hanya menyumbang 1-2% dari emisi CO2 global

Solusi Alternatif Mendapat Perhatian

Daripada mengejar Revolusi Hijau lain yang berfokus pada hasil panen, banyak ahli mengadvokasi untuk mengatasi inefisiensi dalam sistem saat ini. Mengurangi limbah makanan, mengkonversi halaman rumput hias menjadi produksi makanan, dan mengembangkan alternatif daging yang lebih baik dapat secara signifikan meningkatkan ketahanan pangan tanpa memerlukan perubahan pertanian yang revolusioner.

Diskusi seputar pengganti daging sangat menjanjikan, karena alternatif berbasis tumbuhan dan yang ditumbuhkan di laboratorium berpotensi mengurangi biaya sambil mempertahankan nutrisi. Beberapa orang menunjukkan bahwa substitusi yang berhasil telah terjadi sebelumnya - bahan sintetis sebagian besar menggantikan kulit karena mereka menjadi lebih murah dan berkinerja memadai.

Pertimbangan Lingkungan Membentuk Perencanaan Masa Depan

Jalan ke depan juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan, khususnya mengenai produksi pupuk. Proses Haber-Bosch , yang menciptakan pupuk nitrogen yang penting untuk pertanian modern, saat ini bergantung pada bahan bakar fosil untuk produksi hidrogen. Namun, ini hanya mewakili 1-2% dari emisi karbon global, dan proses ini dapat dibuat netral karbon dengan menggunakan listrik terbarukan untuk produksi hidrogen melalui elektrolisis.

Seiring terus turunnya biaya listrik, khususnya dari sumber terbarukan, transisi ini dapat terjadi secara alami melalui kekuatan pasar daripada memerlukan intervensi regulasi.

Perdebatan mengenai Revolusi Hijau kedua pada akhirnya mencerminkan pertanyaan yang lebih luas tentang bagaimana umat manusia akan menyeimbangkan permintaan pangan yang terus bertumbuh dengan efisiensi ekonomi dan keberlanjutan lingkungan dalam dekade-dekade mendatang.

Referensi: DO WE NEED ANOTHER GREEN REVOLUTION?