Sebuah analisis baru dari Leverhulme Centre for the Future of Intelligence menunjukkan bahwa menyalahkan platform media sosial atas perjuangan Amerika dengan kebenaran dan misinformasi mungkin tidak melihat gambaran yang lebih besar. Meskipun Facebook , Twitter , dan YouTube sering mendapat sorotan karena menyebarkan informasi palsu dan menciptakan ruang gema, penelitian ini menunjuk pada masalah yang jauh lebih dalam yang sudah ada jauh sebelum platform-platform ini diluncurkan.
Masalah Informasi Amerika Bukanlah Hal Baru
Gagasan bahwa media sosial menciptakan krisis Amerika saat ini dengan fakta dan kebenaran tidak dapat dipertahankan ketika Anda melihat sejarah. Ketidaktahuan politik, teori konspirasi, dan pertarungan sengit mengenai informasi telah menjadi bagian dari kehidupan Amerika sejak negara ini berdiri. Sebuah studi terkenal tahun 1964 menemukan bahwa sekitar 70% pemilih bahkan tidak dapat mengidentifikasi partai politik mana yang mengendalikan Kongres. Rumor palsu dan kebingungan yang meluas tentang fakta-fakta dasar adalah hal yang umum sepanjang tahun 1900-an, puluhan tahun sebelum ada yang pernah mendengar tentang Facebook atau Twitter .
Bahkan perpecahan politik yang intens yang kita lihat hari ini bukanlah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Amerika telah mengalami periode konflik yang jauh lebih buruk, termasuk era Perang Saudara. Periode yang relatif tenang di pertengahan tahun 1900-an sebenarnya tidak biasa dalam sejarah Amerika, dan hal itu sebagian ada karena kedua partai politik utama mendukung segregasi rasial di Selatan.
Konteks Historis Masalah Informasi Amerika:
- Studi 1964: ~70% pemilih tidak dapat mengidentifikasi partai mana yang mengendalikan Kongres
- Polarisasi politik lebih tinggi selama era Perang Saudara dibandingkan saat ini
- Polarisasi rendah pada pertengahan abad ke-20 merupakan anomali historis, sebagian karena dukungan bersama terhadap segregasi rasial
- Kampanye disinformasi yang dipimpin elit mendahului internet (industri tembakau, McCarthyisme , Perang Iraq , krisis keuangan 2008)
- Tidak ada bukti sistematis yang menunjukkan prevalensi teori konspirasi meningkat karena media sosial
Pendorong Sebenarnya Berjalan Jauh Lebih Dalam
Diskusi komunitas mengungkapkan pandangan yang lebih kompleks tentang apa yang sebenarnya terjadi. Satu perspektif membingkai ini sebagai perjuangan kelas yang berkelanjutan mengenai siapa yang berhak memutuskan apa yang dianggap sebagai kebenaran dalam masyarakat. Sepanjang sejarah Amerika, kelompok-kelompok yang berbeda telah berjuang untuk otoritas dalam memproduksi dan menyebarkan pengetahuan - dari elit kolonial yang menantang bangsawan Eropa hingga rakyat biasa yang menolak para profesional berpendidikan saat ini.
Krisis saat ini tampaknya berakar pada apa yang disebut peneliti sebagai kesenjangan diploma. Partai Demokrat semakin menjadi rumah bagi para profesional urban berpendidikan tinggi yang bekerja di universitas, media, dan institusi berbasis pengetahuan lainnya. Sementara itu, Partai Republik telah menarik lebih banyak orang Amerika kulit putih tanpa gelar sarjana empat tahun yang merasa dikucilkan dan dipandang rendah oleh kelas ahli ini.
Perpecahan pendidikan ini menciptakan situasi di mana banyak konservatif melihat institusi mainstream sebagai bias terhadap mereka. Mereka beralih ke sumber informasi alternatif yang memvalidasi pandangan dunia mereka dan menolak apa yang mereka lihat sebagai opini ahli yang arogan.
"Kesenjangan Diploma" dalam Politik Amerika:
- Basis pemilih Partai Demokrat: profesional berpendidikan tinggi perkotaan yang mendominasi ekonomi pengetahuan
- Basis Partai Republik: orang Amerika kulit putih tanpa gelar sarjana empat tahun
- Polarisasi pendidikan bersinggungan dengan polarisasi afektif yang intens dan sistem dua partai
- Keterasingan konservatif dari institusi ahli mengarah pada penerimaan terhadap sumber informasi "anti-kemapanan"
- Pola ini tidak unik untuk Amerika tetapi diperkuat oleh struktur politik negara tersebut
Dampak Sebenarnya Media Sosial Mungkin Lebih Kecil dari yang Diharapkan
Eksperimen ilmiah skala besar memberikan wawasan mengejutkan tentang efek nyata media sosial. Peneliti yang bekerja dengan Facebook dan Instagram menjalankan studi yang dikontrol dengan hati-hati selama periode pemilihan 2020. Mereka menguji apa yang terjadi ketika pengguna melihat lebih sedikit konten dari orang-orang yang setuju dengan mereka, ketika algoritma dimatikan, dan ketika orang terpapar informasi yang lebih seimbang.
Hasilnya mengejutkan: tidak ada satu pun dari perubahan ini yang secara berarti mempengaruhi sikap politik orang atau seberapa terpolarisasi mereka. Bahkan ketika peneliti meminta ribuan pengguna untuk sepenuhnya menonaktifkan akun Facebook dan Instagram mereka selama enam minggu sebelum pemilihan 2020, hal itu hampir tidak berdampak pada pandangan politik atau perilaku pemilihan mereka.
Ini adalah lingkaran umpan balik yang melegitimasi kebodohan. 40 tahun yang lalu, pria area 51 itu ditertawakan di bar dan dia berhenti membicarakannya. Sekarang mereka semua bisa menemukan satu sama lain dan saling memuaskan.
Ini sejalan dengan penelitian selama puluhan tahun yang menunjukkan bahwa mengubah keyakinan politik orang sangatlah sulit. Manusia bukanlah papan kosong - mereka secara aktif menyaring informasi berdasarkan apa yang sudah mereka percayai dan percaya. Sebagian besar upaya propaganda sepanjang sejarah telah gagal atau memiliki efek minimal, terutama ketika mereka bertentangan dengan apa yang sudah dipikirkan orang.
Temuan Penelitian Utama tentang Dampak Media Sosial:
- Studi deaktivasi Facebook/Instagram: 14.567 pengguna Facebook dan 41.500 pengguna Instagram menonaktifkan akun selama 6 minggu sebelum pemilu 2020
- Hasil: Efek yang "diperkirakan secara tepat" dan "mendekati nol" terhadap polarisasi, penilaian legitimasi pemilu, dan tingkat partisipasi pemilih
- Eksperimen modifikasi algoritma menunjukkan tidak ada perubahan yang berarti dalam sikap politik meskipun mempengaruhi perilaku pengguna
- Studi iklan politik: 26.000 pengguna Facebook dan 23.435 pengguna Instagram yang terpapar iklan politik tidak menunjukkan efek yang dapat dideteksi terhadap pengetahuan politik atau partisipasi
Kebenaran yang Tidak Nyaman tentang Solusi
Penelitian menunjukkan bahwa masalah informasi Amerika berasal dari perpecahan politik dan budaya jangka panjang yang dicerminkan media sosial daripada diciptakan. Meskipun platform mungkin mempercepat tren berbahaya atau membantu suara-suara pinggiran mencapai audiens yang lebih besar, mereka bukanlah akar penyebab krisis.
Ini menciptakan kenyataan yang tidak nyaman bagi mereka yang berharap untuk perbaikan sederhana. Mengatur platform media sosial atau mengubah algoritma mereka mungkin tidak akan menyelesaikan perjuangan Amerika yang lebih dalam dengan kebenaran dan debat rasional. Masalah sebenarnya melibatkan puluhan tahun peningkatan polarisasi politik, menurunnya kepercayaan pada institusi, dan ketidaksepakatan mendasar tentang keahlian siapa yang harus dipercaya.
Daya tarik menyalahkan media sosial sebagian terletak pada janji solusi mudah untuk masalah kompleks. Tetapi bukti menunjukkan bahwa lingkungan informasi Amerika yang terpecah adalah hasil dari masalah institusional dan budaya yang jauh lebih dalam yang tidak dapat diperbaiki oleh regulasi platform apa pun.
Referensi: Scapegoating the Algorithm