Sebuah survei literasi besar terhadap hampir 115.000 anak-anak dan remaja telah mengungkap tren yang mengkhawatirkan dalam kebiasaan membaca, memicu perdebatan sengit tentang penyebab dan solusi dari apa yang banyak orang sebut sebagai krisis membaca. Temuan menunjukkan bahwa hanya satu dari tiga anak berusia 8-18 tahun yang kini menikmati membaca di waktu luang mereka, menandai tingkat terendah dalam dua dekade.
Statistik Kesenangan Membaca (2025)
- Hanya 32,7% anak-anak berusia 8-18 tahun yang menikmati membaca di waktu luang
- Penurunan 36% dalam kesenangan membaca sejak 2005
- Penurunan paling tajam terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar dan anak laki-laki berusia 11-16 tahun
Orang Tua dan Sekolah Sama-sama Dipersalahkan
Diskusi komunitas telah menyoroti siklus yang meresahkan di mana orang dewasa membaca lebih sedikit, membuat anak-anak sulit melihat membaca sebagai sesuatu yang menyenangkan. Banyak yang menunjuk pada orang tua yang telah beralih dari buku ke konten digital, gagal menjadi teladan perilaku membaca bagi anak-anak mereka. Sekolah-sekolah juga mendapat kritik karena memperlakukan membaca sebagai tugas daripada kesenangan. Para guru melaporkan bahwa manajemen sekolah sering menolak inisiatif untuk membuat membaca menjadi menyenangkan karena tidak meningkatkan nilai tes atau hasil terukur lainnya.
Perdebatan seputar kebijakan pendidikan berbasis data menjadi sangat panas. Para kritikus berargumen bahwa ketika sekolah hanya fokus pada metrik seperti nilai tes standar, mereka kehilangan pandangan untuk menumbuhkan kecintaan sejati terhadap membaca. Pendekatan ini dapat menjadi bumerang, menciptakan siswa yang bisa lulus tes tetapi tidak pernah mengembangkan kebiasaan membaca untuk kesenangan.
Kesenjangan Gender Melebar
Survei mengungkap kesenjangan yang semakin besar antara anak laki-laki dan perempuan dalam hal membaca. Anak laki-laki berusia 11-16 tahun menunjukkan penurunan paling tajam dalam kesenangan membaca selama tahun lalu. Anggota komunitas mencatat bahwa banyak buku anak-anak populer saat ini tampaknya lebih menargetkan anak perempuan daripada laki-laki, dengan lebih sedikit cerita petualangan dan protagonis laki-laki yang mungkin menarik bagi pembaca muda laki-laki.
Beberapa orang tua melaporkan kesulitan menemukan buku kontemporer yang beresonansi dengan anak laki-laki mereka, terutama cerita yang mengangkat tema seperti petualangan, konflik, dan pengalaman dewasa yang tidak terlalu fokus pada komentar sosial. Hal ini telah mengarah pada saran bahwa industri penerbitan mungkin perlu mempertimbangkan pendekatan bercerita yang lebih beragam untuk melibatkan semua pembaca muda.
Frekuensi Membaca Harian
- 18,7% anak usia 8-18 tahun membaca setiap hari di waktu luang (terendah yang pernah tercatat)
- 44,5% anak usia 5-8 tahun membaca setiap hari (turun 3,4 poin persentase dari tahun sebelumnya)
- Anak perempuan membaca setiap hari dengan tingkat 6,2 poin persentase lebih tinggi dibanding anak laki-laki
Persaingan Digital dan Tekanan Ekonomi
Waktu penurunan terbaru bertepatan dengan gangguan ekonomi yang signifikan. Data menunjukkan bahwa beberapa penurunan terbesar dalam kesenangan membaca terjadi selama 2023-2024, periode yang ditandai oleh pemutusan hubungan kerja yang meluas dan ketidakpastian ekonomi. Stres keluarga, kehilangan pekerjaan, dan ketidakstabilan rumah tangga mungkin telah berkontribusi pada anak-anak yang memiliki lingkungan membaca yang kurang stabil di rumah.
Sementara itu, anak-anak saat ini menghadapi persaingan yang belum pernah ada sebelumnya untuk perhatian mereka. Media sosial, layanan streaming, dan video game menawarkan kepuasan instan yang tidak dapat ditandingi oleh buku. Namun, beberapa orang berargumen bahwa anak-anak sebenarnya membaca lebih banyak dari sebelumnya - hanya saja bukan buku tradisional. Pesan teks, forum online, instruksi permainan, dan media sosial semuanya memerlukan keterampilan membaca, meskipun ini mungkin tidak mengembangkan kedalaman pemahaman yang sama seperti literatur bentuk panjang.
Dampak Sosial Ekonomi
- Anak-anak yang tidak menerima Makan Siang Gratis Sekolah: 19,4% membaca setiap hari
- Anak-anak yang menerima Makan Siang Gratis Sekolah: 15,8% membaca setiap hari
- Survei berdasarkan 114.970 respons dari anak-anak berusia 5-18 tahun
Apa yang Memotivasi Pembaca Muda
Survei menemukan bahwa anak-anak paling termotivasi untuk membaca ketika konten terhubung dengan minat mereka yang sudah ada. Hampir 40% mengatakan mereka akan membaca lebih banyak jika buku terkait dengan film atau acara TV favorit, sementara 37% menginginkan materi yang sesuai dengan hobi mereka. Ini menunjukkan bahwa daripada memaksa anak-anak membaca klasik yang sudah ditentukan, pendidik dan orang tua mungkin lebih berhasil dengan memulai dari konten yang sudah menarik bagi anak-anak muda.
2 dari 5 anak-anak dan remaja termotivasi untuk membaca ketika materi terkait dengan film atau serial TV favorit atau sesuai dengan minat atau hobi mereka
Beberapa pendekatan inovatif mulai muncul, termasuk platform online yang menawarkan fiksi berseri dan bercerita interaktif. Format digital-native ini mungkin memberikan jembatan antara membaca tradisional dan dunia multimedia yang dihuni anak-anak saat ini.
Krisis membaca tampaknya merupakan masalah kompleks yang memerlukan solusi yang mengatasi keteladanan keluarga, kebijakan sekolah, stabilitas ekonomi, dan persaingan mendasar antara buku dan hiburan digital. Tanpa intervensi, tren menuju kesenangan membaca yang lebih rendah dapat memiliki dampak jangka panjang pada literasi dan keterampilan berpikir kritis untuk seluruh generasi.
Referensi: Children and young people's reading in 2025