Ketegangan yang telah lama berlangsung antara pemerintah Amerika Serikat dan produsen drone asing, terutama DJI asal Tiongkok, telah mencapai momen penting. Pada 23 Desember 2025, Federal Communications Commission (FCC) mengumumkan larangan komprehensif atas penjualan drone baru dan komponen kritisnya yang diproduksi di luar AS, mengubah tekanan regulasi selama bertahun-tahun menjadi pergeseran kebijakan yang tegas. Langkah ini, yang berakar pada kekhawatiran keamanan nasional, telah mengguncang industri drone Amerika, yang sangat bergantung pada teknologi asing, dan memicu perdebatan langsung tentang proteksionisme pasar versus ancaman keamanan yang nyata.
Penetapan Keamanan Nasional FCC dan Cakupannya
Pengumuman FCC didasarkan pada Penetapan Keamanan Nasional dari Gedung Putih, yang menyimpulkan bahwa sistem pesawat tak berawak (UAS) dan komponen kritisnya yang diproduksi di negara asing menimbulkan "risiko yang tidak dapat diterima" bagi keamanan nasional AS. Perintah komisi tersebut mewajibkan bahwa "UAS dan komponen kritis UAS harus diproduksi di Amerika Serikat." Arahan ini bertujuan untuk mengurangi risiko yang dikaitkan pemerintah dengan drone buatan asing, termasuk potensi pengawasan tanpa izin, eksfiltrasi data sensitif, dan bahkan kemungkinan serangan langsung. Larangan ini secara khusus menargetkan model baru yang masuk ke pasar; drone yang sudah ada dan telah disetujui oleh FCC serta saat ini berada di inventaris pengecer tidak langsung terpengaruh, dan pemilik saat ini dapat terus menggunakan peralatan mereka.
Cakupan Larangan:
- Yang dilarang: Penjualan drone baru dan komponen kritis (misalnya, perangkat transmisi data, pengendali penerbangan, baterai) yang diproduksi di luar Amerika Serikat.
- Yang tidak dilarang (untuk saat ini): Penjualan model yang sudah disetujui FCC dan masih ada di inventaris pengecer; penggunaan drone yang sudah dimiliki oleh konsumen dan bisnis dapat dilanjutkan.
Posisi Dominan Pasar DJI dan Dampak Langsung
Perusahaan yang paling terdampak signifikan oleh keputusan ini adalah DJI, perusahaan Tiongkok yang menguasai sekitar 85% pasar drone konsumen dan komersial di Amerika Serikat. Meskipun larangan berlaku untuk semua produsen asing, dominasi pasar DJI menjadikannya target utama. Keputusan ini secara efektif menghentikan kemampuan DJI untuk memperkenalkan model drone baru apa pun ke pasar Amerika, sebuah pukulan berat bagi operasi bisnisnya di negara tersebut. Tindakan ini memuncak dari upaya bertahun-tahun oleh Kongres dan Cabang Eksekutif untuk membatasi DJI, yang nyaris lolos dari larangan serupa pada akhir 2024 setelah diberi waktu satu tahun untuk membuktikan produknya tidak menimbulkan risiko keamanan.
Data Dampak Pasar:
- Perkiraan pangsa pasar DJI untuk drone yang terjual di Amerika Serikat: ~85%.
- Hasil survei Drone Service Providers Alliance: Hampir dua pertiga dari bisnis anggota mengatakan mereka akan gulung tikar tanpa akses ke produk DJI.
Kekhawatiran Keamanan Versus Realitas Pasar
Kekhawatiran pemerintah AS bersifat multifaset. Pejabat mengutip undang-undang Tiongkok yang mewajibkan perusahaan untuk bekerja sama dengan layanan intelijen negara, menimbulkan kekhawatiran bahwa drone dapat digunakan untuk spionase atau bahwa pembaruan perangkat lunak nirkabel yang berbahaya dapat membahayakannya dari jarak jauh. Ada juga kecemasan tentang serangan rantai pasokan, di mana perangkat keras dikompromikan selama proses manufaktur. Namun, kekhawatiran ini sangat bertolak belakang dengan temuan dari tinjauan keamanan independen. Laporan, termasuk satu yang dikutip oleh The Wall Street Journal, menunjukkan bahwa analisis baik dari pemerintah maupun sektor swasta menemukan produk DJI aman dan bukan ancaman, mengisyaratkan bahwa larangan mungkin lebih didorong oleh strategi geopolitik dan ekonomi daripada oleh kerentanan yang terbukti.
Penolakan Industri dan Kurangnya Alternatif Domestik
Pengumuman ini telah memicu reaksi keras dari komunitas operator drone AS. Banyak pilot profesional, pembuat film, surveyor, dan penyedia layanan darurat mengandalkan drone DJI karena keandalannya, fitur canggih, dan keterjangkauannya. Survei oleh Drone Service Providers Alliance menemukan bahwa hampir dua pertiga anggotanya percaya mereka akan bangkrut tanpa akses ke produk DJI. Pakar industri seperti Greg Reverdiau dari Pilot Institute mencatat bahwa konsumen membeli drone DJI bukan karena buatan Tiongkok, tetapi karena mereka adalah opsi yang paling mampu dan terjangkau di pasaran, menyoroti kurangnya alternatif buatan Amerika yang layak dan kompetitif.
Tanggapan DJI dan Tuduhan Proteksionisme
DJI dengan tegas menolak tuduhan keamanan tersebut, menyatakan tindakan FCC sebagai proteksionisme yang terang-terangan. Dalam sebuah pernyataan, perusahaan menegaskan bahwa produknya "termasuk yang paling aman dan paling aman di pasaran," klaim yang dikatakannya didukung oleh bertahun-tahun tinjauan dari badan-badan AS dan pihak ketiga independen. DJI berargumen bahwa larangan tersebut "mencerminkan proteksionisme, bertentangan dengan prinsip pasar terbuka," dan melemahkan persaingan, yang pada akhirnya merugikan konsumen dan bisnis Amerika yang bergantung pada teknologinya. Perusahaan berjanji akan terus memperjuangkan pasar yang terbuka dan kompetitif.
Jalan ke Depan untuk Industri Drone AS
Keputusan FCC mewakili upaya paksa untuk memicu industri manufaktur drone domestik. Kebijakan tersebut mencakup ketentuan yang mengizinkan Departemen Pertahanan atau Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk memberikan pengecualian khusus untuk model baru secara kasus per kasus. Keberhasilan jangka panjang dari strategi ini bergantung pada apakah perusahaan Amerika dapat dengan cepat mengembangkan dan meningkatkan produksi drone yang setara dengan kinerja, harga, dan ekosistem dari pemimpin asing yang sudah mapan. Untuk saat ini, pasar drone AS memasuki periode ketidakpastian yang signifikan, terjepit antara mandat keamanan nasional dan realitas praktis dari rantai pasokan teknologi yang mengglobal.
