Sekelompok profesional pendidikan dari seluruh dunia telah menerbitkan surat terbuka yang menolak dorongan luas untuk mengadopsi alat AI generatif di sekolah dan perguruan tinggi. Sikap mereka telah memicu perdebatan sengit tentang apakah AI membantu atau merugikan pembelajaran siswa, dengan komunitas pendidikan terpecah dalam menghadapi teknologi yang sedang berkembang ini.
Para pendidik berargumen bahwa sistem AI saat ini menimbulkan risiko serius terhadap perkembangan siswa dan hasil pembelajaran. Mereka khawatir bahwa siswa yang menggunakan alat AI seperti ChatGPT dan Claude pada dasarnya mengalihdayakan pemikiran mereka alih-alih mengembangkan keterampilan kritis. Kekhawatiran ini bergema dengan banyak guru yang melaporkan melihat efek negatif dari penggunaan AI di kelas mereka.
Delapan Komitmen Utama dari Educators Against AI: • Tidak akan menggunakan AI untuk menilai karya siswa atau merancang kurikulum • Tidak akan mempromosikan produk AI institusional yang dibangun dari model yang dikembangkan secara tidak etis • Tidak akan menerima agenda penjualan dari pihak non-pendidik tanpa bukti • Tidak akan melatih siswa untuk menggantikan upaya intelektual dengan AI • Tidak akan meminta siswa melanggar integritas akademik dengan produk yang tidak etis • Tidak akan menulis ulang kurikulum untuk menyisipkan AI demi "membangun literasi AI" • Tidak akan memaksa pendidik untuk mematuhi teknologi yang mereka anggap tidak etis • Akan menghormati hak siswa untuk menolak dan menentang penggunaan AI
Perbandingan Kalkulator Memicu Diskusi Panas
Salah satu perdebatan paling kontroversial berpusat pada perbandingan AI dengan kalkulator dalam pendidikan matematika. Beberapa pihak berargumen bahwa sama seperti siswa harus belajar aritmatika terlebih dahulu sebelum menggunakan kalkulator, mereka harus menguasai keterampilan berpikir dan menulis dasar sebelum mengandalkan bantuan AI. Yang lain menolak, mempertanyakan mengapa kita akan membatasi akses ke alat pembelajaran yang powerful.
Perbandingan ini mengungkap ketidaksepakatan mendasar tentang peran AI dalam pendidikan. Sementara kalkulator memberikan hasil matematika yang dapat diandalkan, AI dapat menghasilkan jawaban yang percaya diri namun salah, membuat perbandingan ini lebih kompleks dari yang terlihat pada awalnya.
AI sebagai Tutor Pribadi Membagi Pendapat
Para pendukung AI pendidikan menunjuk pada potensinya sebagai tutor yang selalu tersedia dan sabar yang dapat menjawab pertanyaan tanpa batas tanpa menghakimi. Mereka berargumen bahwa AI dapat memberikan dukungan pembelajaran yang dipersonalisasi yang tidak mampu dibeli sebagian besar siswa dari tutor manusia. Implementasi alat tutoring AI oleh Khan Academy sering dikutip sebagai contoh positif.
Namun, para kritikus mempertanyakan apakah AI benar-benar dapat memberikan pemahaman, empati, dan koneksi sejati yang dibutuhkan pengajaran yang efektif. Mereka khawatir tentang siswa yang membentuk hubungan tidak sehat dengan sistem AI dan kehilangan interaksi manusia penting yang membentuk perkembangan sosial dan emosional.
Kekhawatiran Lingkungan dan Etika Menambah Kompleksitas
Selain hasil pembelajaran, para pendidik mengangkat kekhawatiran yang lebih luas tentang dampak lingkungan AI dan fondasi etikanya. Mereka menunjuk pada konsumsi energi besar-besaran dari sistem AI dan mempertanyakan apakah data pelatihan diperoleh secara etis dari kreator dan seniman.
Ketika setiap pelajar mendapat dukungan berkualitas tinggi dan bimbingan yang mereka butuhkan, di seluruh dunia, maka kita bisa membicarakan tentang apa yang tidak mau Anda ikuti.
Perspektif ini menyoroti ketegangan antara tujuan idealistis dan realitas praktis dalam pendidikan.
Model AI Utama yang Disebutkan dalam Penentangan:
• ChatGPT
• Claude
• Microsoft Copilot
• Google Gemini
• Grok
• Meta's Llama
Realitas Penggunaan AI oleh Siswa
Meskipun ada kebijakan institusional, siswa sudah menggunakan AI secara ekstensif untuk pekerjaan rumah, penulisan esai, dan persiapan ujian. Banyak pendidik mengakui bahwa mencegah penggunaan AI sepenuhnya hampir tidak mungkin di lingkungan yang terhubung. Realitas ini memaksa sekolah untuk bergulat dengan cara mengadaptasi metode pengajaran dan penilaian mereka.
Beberapa menyarankan untuk mengubah insentif pendidikan sepenuhnya, bergerak menjauh dari sistem penilaian tradisional yang mendorong kecurangan menuju pendekatan yang menekankan pembelajaran sejati dan pertumbuhan pribadi.
Perdebatan ini mencerminkan pertanyaan yang lebih luas tentang peran teknologi dalam masyarakat dan apakah kita harus merangkul atau menolak perubahan cepat dalam cara kita bekerja, belajar, dan berkreasi. Seiring kemampuan AI terus berkembang, institusi pendidikan di seluruh dunia perlu menavigasi tantangan kompleks ini sambil melayani kepentingan terbaik siswa mereka.
Referensi: An open letter from educators who refuse the call to adopt GenAI in education