Sebuah studi terbaru yang meneliti bagaimana kelompok usia yang berbeda mempersepsikan berlalunya waktu telah memicu diskusi yang penuh gairah tentang apakah hidup secara efektif sudah setengah berakhir pada usia 24 tahun. Penelitian ini, yang meminta partisipan untuk menghitung 120 detik secara mental, mengungkap perbedaan yang mencolok antara orang dewasa yang lebih muda dan lebih tua yang jauh melampaui sekadar perhitungan waktu sederhana.
Ilmu di Balik Akselerasi Waktu
Studi tersebut menemukan bahwa orang di bawah 30 tahun rata-rata mencapai 115 detik ketika diminta menghitung hingga 120, sementara mereka yang berusia di atas 50 tahun hanya berhasil mencapai 87 detik - pengurangan 24% dalam persepsi waktu. Perubahan dramatis ini tampaknya terkait dengan fungsi dopamin di otak, yang berubah seiring bertambahnya usia dan memengaruhi jam internal kita.
Ketika kita masih muda, pengalaman-pengalaman baru membanjiri otak kita dengan dopamin, membuat waktu terasa teregang dan bermakna. Ciuman pertama, pekerjaan baru, dan perubahan hidup yang besar menciptakan apa yang disebut peneliti sebagai reminiscence bump - periode ketika otak kita menangkap detail-detail yang membantu membentuk identitas kita. Seiring berkurangnya kebaruan dengan bertambahnya usia, produksi dopamin juga menurun, menciptakan sensasi bahwa tahun-tahun berlalu lebih cepat.
Hasil Studi Persepsi Waktu:
- Orang di bawah 30 tahun: Rata-rata 115 detik saat menghitung hingga 120
- Orang di atas 50 tahun: Rata-rata 87 detik saat menghitung hingga 120
- Perbedaan: Pengurangan 24% dalam persepsi waktu untuk orang dewasa yang lebih tua
Penolakan Komunitas terhadap Perspektif Anak Muda
Klaim artikel bahwa hidup sudah setengah berakhir pada usia 23 atau 24 tahun telah menarik kritik tajam dari pembaca yang lebih tua yang berargumen bahwa pengalaman hidup yang nyata menceritakan kisah yang berbeda. Banyak yang menunjukkan bahwa membuat pernyataan menyeluruh tentang seluruh rentang hidup manusia pada usia 22 tahun tidak memiliki kebijaksanaan yang datang dengan pengalaman puluhan tahun.
Semakin banyak tanggung jawab yang Anda ambil, semakin sulit untuk membuat perubahan besar. Saya pindah ke negara baru ketika berusia 29 tahun dan itu tidak terlalu sulit. Melakukannya lagi, pada usia 40, dengan 2 anak, mungkin 50 kali lebih sulit.
Beberapa komentator berbagi bahwa tahun-tahun mereka setelah usia 24 terasa jauh lebih panjang dan bermakna dibandingkan dekade-dekade awal mereka, terutama ketika dipenuhi dengan perubahan karier, perjalanan, dan hubungan baru. Ini menunjukkan bahwa perhitungan setengah hidup mungkin terlalu menyederhanakan bagaimana kita benar-benar mengalami hidup kita.
Teori Persepsi Waktu Berdasarkan Usia:
- Pada usia 6 tahun: Satu tahun mewakili 16,67% dari total pengalaman hidup
- Pada usia 13 tahun: Satu tahun mewakili 7,7% dari total pengalaman hidup
- Pada usia 18 tahun: Satu tahun mewakili 5,6% dari total pengalaman hidup
- Teori ini menunjukkan bahwa hidup terasa "setengah berakhir" pada usia 23-24 tahun karena berkurangnya signifikansi relatif setiap tahun
Solusi Kebaruan
Meskipun ada ketidaksepakatan tentang garis waktu spesifik, ada konsensus luas bahwa mencari pengalaman baru dapat memperlambat persepsi kita tentang berlalunya waktu. Para pelancong secara konsisten melaporkan bahwa minggu-minggu di luar negeri terasa lebih panjang daripada bulan-bulan dalam rutinitas yang familiar. Ini terjadi karena otak kita harus bekerja lebih keras untuk memproses lingkungan yang tidak familiar, menciptakan kenangan yang lebih kaya yang membuat waktu terasa meluas dalam retrospeksi.
Kuncinya bukan hanya perubahan hidup yang dramatis - meskipun itu membantu - tetapi lebih pada memecah rutinitas dengan cara yang bermakna. Mempelajari keterampilan baru, menjelajahi tempat-tempat berbeda, atau bahkan mengubah lingkungan kerja dapat membantu mempertahankan rasa bahwa waktu bergerak lebih lambat.
Faktor Neurologis yang Mempengaruhi Persepsi Waktu:
- Dopamin: Kadar yang lebih tinggi (dari pengalaman baru) memperlambat persepsi waktu
- Asetilkolin: Bekerja sama dengan dopamin dalam pembentukan memori dan estimasi waktu
- Stimulan: Mempercepat persepsi waktu dengan meningkatkan dopamin
- Antipsikotik/Depresi: Memperlambat persepsi waktu dengan memblokir reseptor dopamin
Kerja, Rutinitas, dan Hilangnya Waktu
Banyak pembaca mengidentifikasi rutinitas kerja sebagai dalang utama dalam akselerasi waktu. Pola siklus Senin-hingga-Jumat menciptakan apa yang beberapa orang gambarkan sebagai membuang 70% waktu kita ke toilet, di mana seluruh minggu menjadi kabur menjadi blok-blok yang tidak dapat dibedakan.
Namun, yang lain berargumen bahwa agensi dan ekspektasi lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri. Sekolah juga menghabiskan sebagian besar hari seorang anak, namun masa kanak-kanak terasa tak berujung karena semuanya baru dan kemungkinan tampak tak terbatas. Rutinitas dewasa terasa berbeda karena kita sering kekurangan rasa antisipasi dan penemuan itu.
Implikasi Praktis
Memahami persepsi waktu menawarkan manfaat praktis di luar refleksi filosofis. Mereka yang secara aktif mencari variasi - baik melalui perjalanan, perubahan karier, atau hobi baru - melaporkan merasa telah menjalani hidup yang lebih penuh terlepas dari usia kronologis mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa meskipun kita tidak dapat menghentikan waktu, kita dapat memengaruhi bagaimana kita mengalaminya. Perubahan sederhana seperti bekerja dari jarak jauh di lokasi yang berbeda, mengambil tantangan baru, atau dengan sengaja memecah rutinitas harian dapat membantu meregangkan rasa subjektif kita tentang waktu.
Perdebatan ini pada akhirnya mengungkap sesuatu yang penting tentang pengalaman manusia: hubungan kita dengan waktu sangat personal dan dibentuk oleh pilihan, keadaan, dan perspektif. Meskipun ilmu pengetahuan tentang dopamin dan kebaruan memberikan wawasan yang berguna, perjalanan setiap orang melalui waktu tetap unik bagi mereka masing-masing.
Referensi: Perceived Age